Tentang Notosuman

Kota Solo merupakan kota yang tidak dilewatkan oleh para pendatang yang berkunjung ke Jawa Tengah. Kearifan lokalnya tak dapat diragukan lagi, sangat kental dengan tradisi dan budaya. Solo juga kaya akan warisan turun-temurunnya. Salah satu warisan yang masih terus berkembang dan tidak dapat terganti adalah warisan kulinernya, salah satunya adalah Serabi. Serabi sebagai kuliner yang paling diminati oleh para pendatang. Usai berlibur tidak lengkap jika membawa oleh-oleh serabi untuk keluarga. Brand kami, Serabi Notosuman telah dipercaya oleh Masyarakat Solo sejak tahun 1923. Serabi Notosuman tetap bertahan dari dulu hingga sekarang, sangat konsisten terhadap cita rasanya.


Perkembangan Serabi Notosuman Ny Lidia dari Generasi ke Generasi

Generasi Ke-1 Tahun 1923
Serabi Notosuman pertama kali dirintis pada tahun 1923 oleh Ny. Hoo Ging Hok. Usaha Serabi ini dikelola bersama suaminya Tan Giok Lan. Awalnya Serabi Notosuman lahir dari ketidaksengajaan. Menurut Hoo Khik Nio, anak dari Ny. Hoo Ging Hok dan Tan Giok Lan, ketika berumur 4 tahun kedua orang tua Hoo Khik Nio berjualan serabi. Pada awal mulanya, Orang tua Hoo Khik Nio adalah pembuat serabi pertama kali di Kota Surakarta. Itu terjadi tanpa disengaja, awalnya tetangga meminta dibuatkan apem untuk selamatan. Karena apem yang dibuat Ny. Hoo Ging Hok enak, tetangganya memesan kembali. Dari situlah Ny. Hoo Ging Hok sempat berjualan apem. Suatu hari, ada seorang pelanggan minta dibuatkan apem yang bentuknya lebih pipih. Lantaran bentuknya yang beda, pelanggan itu menyebutnya serabi. Sejak itulah makanan apem pipih itu dikenal dengan nama serabi. Di luar dugaan, serabi itu justru lebih digemari ketimbang apem. Hingga orang tua Hoo Khik Nio menjadi pengusaha serabi yang cukup laris. Ny. Hoo Ging Hok sering mendapat pesanan dari Keraton Kasunanan untuk membuat apem guna acara ruwahan. Kemudian atas inisiatif sendiri, pinggiran apem tersebut diberi bingkai (pinggiran). Jadi bentuknya sudah tidak seperti apem, tapi seperti bentuk serabi yang kini telah dikenal luas itu. Ternyata tanggapan warga Surakarta kala itu cukup menjajikan. Mereka menyukai apem kreasi Ny. Hoo Ging Hok. Karena itulah, dia menekuni usaha itu hingga pindahtempat tiga kali. Tempat berjualan Serabi Notosuman pertama kali di Jalan Veteran, kemudian setelah kontrak habis warung pindah ke Jalan Yos Sudarso. Kemudian pindah lagi ke Jalan Moh Yamin No. 24 Solo (yang dulu bernama Notosuman). Aktivitas berjualan Serabi Notosuman dimulai sejak pukul 03.00 WIB. Bila ditelusuri lebih dalam hal ini rupanya memiliki kaitan sejarah dengan perilaku masyarakat Surakarta tempo doeloe yang sering tirakat (jalan kaki) dan keluyuran pada malam hari lalu mampir di warung hik. Selain dibantu oleh Suaminya Tan Giok Lan, Ny. Hoo Ging Hok juga dibantu oleh putrinya yang kemudian meneruskan usaha Serabi Notosuman yaitu Ny. Hoo Khik Nio. Ny. Hoo Ging Hok membuat serabi dengan bahan dan cara pembuatannya tidak jauh berbeda dengan kue apem. Karena rasa serabi enak dan kebersihan terjamin, makin lama makin banyak pembeli yang datang. Serabi ini dikenal dengan Serabi Notosuman, karena pembuatannya berada di Kampung Notosuman (yang sekarang berganti menjadi Jalan Mohammad Yamin) maka serabi ini diberi nama Serabi Notosuman. Bahan baku pembuatan Serabi Notosuman tidak jauh berbeda dengan pembuatan apem, yaitu terdiri dari tepung beras, gula pasir dan santan. Beras yang digunakan adalah beras cendani dari Cianjur. Pembuatan tepung dilakukan dengan cara ditumbuk sendiri. Proses pembuatan Serabi Notosuman dengan cara dimasak diatas wajan kecil yang terbuat dari tanah liat dan mengunakan keren dan arang sebagai bahan bakar.
Generasi Ke-2
Ny. Hoo Khik Nio juga memiliki nama Jawa Margo Hutomo. Nama Jawa yang melekat pada dirinya ini karena nama dari suaminya. Sebagai masyarakat yang tinggal di Jawa Ny. Hoo Khik Nio lebih sering dipanggil Mak Margo. Ny. Hoo Khik Nio sebagai generasi ke-2 gigih menjaga usaha Serabi yang diwariskan orang tuanya ini. Ny. Hoo Khik Nio sebagai generasi ke-2 Serabi Notosuman dengan gigih mempertahankan usaha ini. Resep dan rasa Serabi Notosuman tidak mengalami perubahan, sehingga semakin banyak pelanggan yang membeli Serabi Notosuman. Rasa dan bentuk Serabi Notosuman masih sama dari sebelumnya yaitu hanya ada dua rasa saja, original dan rasa coklat. Rasa original bentuknya polos berwarna putih santan, di atasnya hanya diberi santan cair, sedang rasa coklat ada penambahan topping coklat di atasnya. Penyajiannya pun juga masih tetap sama seperti saat ibunya berjualan yaitu berbentuk sesuai aslinya bulat dan ditaruh di atas daun pisang.Ny. Hoo Khik Nio menjajakan Serabi Notosuman pada pukul 03.00. Bagi masyarakat Surakarta, sudah terbiasa orang berjualan jajanan di malam hari. Pada jam malam hari biasanya orang merasakan lapar dan tidak ingin memakan makanan yang berat seperti nasi, dan untuk mengantikannya masyarakat mencari jajanan yang bisa langsung dinikmati seperti Serabi Notosuman. Karena banyaknya pelanggan Serabi Notosuman, pembeli harus rela mengantri dan bahkan bila tidak lebih awal bisa kehabisan. Pada saat usaha Serabi Notosuman dipegang oleh generasi kedua tempat berjualan sudah mulai menetap di Notosuman. Warung ini cukup sederhana, tidak ada tempat duduk untuk pembeli. Bahkan letaknya juga persis berada di tepi jalan tanpa tempat parkir. Tetapi, meski begitu, serabi Notosuman sangat popular. Tidak hanya wisatawan yang berkunjung ke Surakarta yang sudah merasakan nikmatnya serabi ini, Presiden pertama RI Soekarno pun pernah merasakan enaknya Serabi Notosuman.18 Dalam Kompas (1995) disebutkan; pada saat usaha Serabi Notosuman dipegang oleh Ny. Hoo Kik Nio dan adik laki-lakinya, rumahnya pernah dijaga oleh polisi karena Presiden Soekarno memborong Serabinya. Mulai dari persiapan bahan-bahan untuk membuat serabi, mengadon serabi, hingga serabi dibuat sampai matang sempurna, selalu dijaga oleh polisi.Sejak saat itu Serabi Notosuman semakin kebanjiran pembeli yang berasal dari Kota Surakarta. Serabi Notosuman sebagai jajanan yang dijajakan di pingir jalan beranjak naik kelas karena Serabi Notosuman diborong oleh Presiden Pertama RI, Presiden Soekarno saat mengadakan blusukan ke kota Surakarta. Hal ini berpengaruh besar terhadap perkembangan Serabi Notosuman secara positif. Akan tetapi kejadian inipun tidak mudah, karena sebagai generasi penerus Serabi Notosuman Ny. Hoo Khik Nio dapat mempertahankan rasa keaslian dari Serabi Notosuman. Setelah puluhan tahun usaha ini berdiri Serabi Notosuman diwariskan lagi oleh Hoo Khik Nio (Ny. Margo Hutomo) kepada empat dari enam anaknya, dikarenakan kondisi fisiknya yang tak memungkinkan lagi untuk bekerja, sementara pesanan terus mengalir. Keempat pewarisnya adalah Handayani dan Buntoro di Notosuman, Lidiawati di kampung Kratonan, dan Bambang di Jalan Gejayan, Yogya. Sedangkan dua anak Hoo Khik Nio lainnya, Eliani dan Yusuf, memilih jualan mie di Kaliwingko, Surakarta.
Generasi Ke-3 Tahun 1987-2012
Pada periode tahun 1987 Serabi Notosuman beralih ke generasi ke-3.Penerus generasi ke-3 dari Serabi Notosuman yaitu Nyonya Lidiawati. Nyonya Lidia adalah anak kelima dari Nyonya Hoo Khik Nio. Beliau mewarisi berjualan serabi pada usia 29 tahun. Menurut Nyonya Lidia, dirinya dulu pada waktu remaja ikut serta membantu ibunya Nyonya Hoo Khik Nio berjualan serabi, bahkan saat neneknya Nyonya Hoo Ging Hok berjualan serabi Nyonya Lidia sudah sering diajak ibunya berjualan.21 Sehingga tidak heran apabila Nyonya Lidia dapat mewarisi dalam membuat Serabi Notosuman yang legendaris itu. Perkembangan Serabi Notosuman
Generasi ke-4 Tahun 2003-2012

Pada tahun 2003 Serabi Notosuman mulai membuka cabang di beberapa daerah di Jawa Tengah, yaitu di Kudus, Boyolali dan Yogyakarta. Masing-masing cabang dipegang langsung oleh generasi ke 4 yaitu anak-anak dari Nyonya Lidia. Cabang pertama di kota Yogyakarta dipegang langsung oleh anak pertama Nyonya Lidia yaitu Yohanes Krismanto. Pada tahun yang sama Serabi Notosuman kembali membuka cabang di beberapa Kota seperti di Boyolali,Semarang dan Kudus. Masing-masing cabang dikelola langsung oleh generasi ke-4 yaitu anak-anak Nyonya Lidia. Menurut Nyonya Lidia setiap cabang dikelola langsung oleh anak-anaknya. Cabang Boyolali dipegang oleh Markus Kristiono dan Matius Krismono, cabang Kudus dikelola oleh Lukas Kristanto, sedangkan cabang Semarang dikelola oleh anak angkatnya yaitu Susi Lenawati.Serabi Notosuman generasi ke-4 tidak berbeda jauh dengan generasi ke-3,karena sudah terbiasa dengan aktifitas membuat Serabi Notosuman sejak kecil mereka mampu membuat serabi yang sama dengan serabi generasi sebelumnya. Hal inilah yang juga dirasakan oleh generasi ke-3 yang terbiasa dengan kehidupan berjualan serabi sejak ibunya berjualan. Sehingga tidak ada bekal kusus yang diterima dalam membuat Serabi Notosuman. Selain itu juga tidak ada resep khusus yang disembunyikan, bahkan semua karyawan bisa juga membuat kue serabi dengan resep asli.

Komentar

Postingan Populer