Tentang Notosuman

Kota Solo merupakan kota yang tidak dilewatkan oleh para pendatang yang berkunjung ke Jawa Tengah. Kearifan lokalnya tak dapat diragukan lagi, sangat kental dengan tradisi dan budaya. Solo juga kaya akan warisan turun-temurunnya. Salah satu warisan yang masih terus berkembang dan tidak dapat terganti adalah warisan kulinernya, salah satunya adalah Serabi. Serabi sebagai kuliner yang paling diminati oleh para pendatang. Usai berlibur tidak lengkap jika membawa oleh-oleh serabi untuk keluarga. Brand kami, Serabi Notosuman telah dipercaya oleh Masyarakat Solo sejak tahun 1923. Serabi Notosuman tetap bertahan dari dulu hingga sekarang, sangat konsisten terhadap cita rasanya.


Asal-Usul Serabi

Ada beberapa kemungkinan tentang dari mana kue serabi ini berasal. Kalau dilihat dari penampakannya sekilas kue serabi ini memang mirip dengan Pancake yang merupakan kue khas Belanda. Ini bisa saja terjadi karena Belanda memang pernah menjajah Indonesia dalam jangka waktu yang cukup lama. Jadi ada banyak kuliner Belanda yang kemudian dimodifikasi oleh orang-orang pribumi menjadi kuliner baru yang mirip-mirip.
Hanya saja kalau Pancake memang menggunakan bahan berupa terigu, telur dan susu yang merupakan bahan khas Eropa. Sementara Serabi menggunakan bahan asli Indonesia yaitu tepung beras dan santan kelapa. Walaupun ada juga yang mencampur tepung beras dengan tepung terigu dengan komposisi yang seimbang.

Ada lagi yang menduga dari bahan dasar pembuatannya, bahwa Serabi ini mirip dengan kue apem yang ada di India. Apalagi ditambah fakta bahwa di Jawa juga ada kue apem yang mirip dengan kue serabi hanya saja kalau kue apem dominan rasa manis dari gula merah sehingga warnanya pun menjadi kecoklatan.

Dahulu bangsa India memang banyak yang datang ke Nusantara untuk berdagang. Dengan demikian para pedagang dan pelaut India itu pasti singgah untuk beberapa saat lamanya di beberapa daerah di Nusantara. Di saat inilah mereka menyebarkan kebudayaan India termasuk kulinernya. Kuliner India ini kemudian diadaptasi dan dimodofikasi oleh orang-orang pribumi dalam soal rasa dan bahan dasar pembuatannya seperti halnya kuliner asing lainnya.
Di Sunda, “serabi” sering disebut sebagai “surabi’. Dalam bahasa Sunda, Sura artinya besar. Jadi bisa juga surabi ini dianggap sebagai makanan besar yang disajikan bagi para pembesar atau disajikan hanya pada saat hari-hari besar saja.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “serabi” berarti penganan yang berbentuk bundar pipih berpori-pori, dibuat dari adonan tepung beras dan gandum, air kelapa atau santan, ragi dan sebagainya, sebelum dimasak dibiarkan mengembang, dimakan dengan gula merah bercampur santan. Dalam bahasa Sunda, gula merah yang dicampur santan ini juga dikenal sebagai “Kinca”.
Serabi tersebar di Nusantara dengan variasi yang berbeda-beda dan sudah ada sejak jaman dahulu kala. Walaupun memang belum ada yang tahu pasti sejak kapan serabi ini ada. Dengan demikian bisa dibilang bahwa serabi merupakan kuliner pusaka yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyang kita.

Yang pasti, serabi Notosuman Ny. Lidia yang ada di kampung Notosuman Solo sudah ada sejak tahun 1923. Serabi legendaris ini masih eksis hingga kini bahkan sudah membuka cabang di luar kota Solo. Seperti Jakarta. Serabi Notosuman ini dibuat dari adonan dengan campuran tepung beras dan santan kelapa agar diperoleh rasa gurih.

Komentar

Postingan Populer